Isu Pertanian Jangan Cuma Jadi Wacana Kampanye Pilpres


Minggu, 21/06/2009 15:30 WIB
Herdaru Purnomo - detikFinance

Jakarta
- Visi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang menekankan sektor perekonomian dituntut harus lebih ebih konkrit dan mendalam. Hal tersebut dinilai penting karena fakta sejarah menunjukkan isu pertanian mencuat 5 tahun sekali hanya saat menjelang Pilpres saja.

Chairman Advocation Center for Indonesian Farmer sekaligus Mantan Deputi Menteri Koperasi UKM, Sutrisno Iwantono mengatakan, Capres/Cawapres perlu menyampaikan target angka-angka yang terukur misalnya sampai akhir pemerintahan 5 tahun kedepan sudah berapa jaringan irigasi yang terbangun, berapa panjang jalan yang selesai, berapa kredit yang harus tersalurkan, berapa besar produksi beras akan dicapai dan seterusnya.

"Dengan demikian Capres/Cawapres yang nantinya terpilih ada tolok ukur dimana rakyat dapat menagih janji," jelasnya dalam siaran pers yang diterima detikFinance, Minggu (21/06/2009).

Sutrisno menegaskan bahwa sektor pertanian sangat penting dalam perokonomian kita.

"Sektor pertanian memberikan kontribusi terhadap produksi nasional, saat ini kontribusi sector pertanian terhadap GDP mencapai kurang lebih 14%. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi juga bersumber dari pertumbuhan sektor pertanian," tuturnya.

Selain itu, lanjut Sutrisno, sektor pertanian cukup menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat. Sebagian besar masyarakat kita berstatus petani yaitu mencapai 45% dari total populasi. "Mereka ini mendapatkan pekerjaan dan penghasilan dari sektor pertanian," katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan, dengan jumlah populasi sebesar 45% maka sektor pertanian merupakan pasar utama bagi hasil produksi nasional, tanpa populasi itu tidak ada yang akan membeli hasil produksi nasional.

"Disamping itu sektor pertanian juga menyediakan devisa bagi Negara, baik secara langsung yaitu melalui ekspor, ataupun penghematan devisa dengan jalan swasembada, sehingga devisa tidak dibelanjakan di luar negeri," sambungnya.

Dari hal tersebut Sutrisno menekankan perlunya beberapa kebijakan menyangkut sektor pertanian yang nantinya harus dipertimbangkan kepada setiap capres dan cawapres terpilih.

"Pertama adalah perlunya adanya kebijakan Negara (pemerintah beserta lembaga Negara yang lain) kepada sektor pertanian, sehingga pembangunan pertanian perlu mendapat prioritas yang lebih tinggi, baik dalam kebijakkan fiscal dan moneter, serta dalam penyusunan peraturan perundangan yang lebih berpihak pada pembangunan pertanian dan kesejahteraan petani," paparnya.

Selain itu, diperlukan adanya kebijakkan yang kongkrit pembangunan infrastruktur penunjang pertanian, misalnya ada target pembangunan irigasi untuk sekian juta Ha dan pembangunan jalan pedesaan sepanjang sekitar ratus ribu km untuk masa waktu 2 atau 3 tahun mendatang.

"Ditambah dengan perlu adanya Bank khusus untuk petani atau Bank Pembangunan Pertanian. Dengan system perbankan sekarang ini akan sangat sulit bagi petani untuk mengakses sumber-sumber pembiayaan formal. Disamping itu juga ditunjang dengan adanya lembaga penjaminan kredit bagi petani dan usaha rakyat lainnya, modal ventura yang berdiri di lokasi paling dekat dengan petani," tuturnya.

Saat ini, lanjut Sutrisno, terdapat sekitar 49,8 juta UKM merupakan 99,9% dari total unit usaha di Indonesia. 53% berada di sektor pertanian, namun portfolio kredit perbankan untuk pertanian hanya sekitar 5,5% dari total kredit ( itupun termasuk pertanian besar seperti kelapa sawit, kredit untuk petani kecil jauh lebih rendah lagi ). "Seharusnya mereka menawarkan program konkrit, misalnya portofolio kredit pertanian ditingkatkan dari 5,5% menjadi 15% dalam 2 tahun mendatang," tegasnya.

Sutrisno mengatakan, yang penting yakni adanya mekanisme perlindungan pasar domestik dan petani dari perdagangan internasional yang cenderung mematikan petani kecil akibat ideology perdagangan bebas yang cenderung lebih menguntungkan Negara maju.

"Posisi kita di WTO jangan terus-menerus didikte oleh Negara-negara maju, hindari membuka pasar domestik lebar-lebar untuk kepentingan asing," pungkasnya.

(dru/dro)

Komentar

Anatara News mengatakan…
Bima Arya: Kampanye Lebih Condong Pada Wacana Aktual

Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik dari Universitas Paramadina Bima Arya mengatakan, dalam masa kampanye tertutup Pemilu Presiden 2009 ini, para tim kampanye bakal capres dan cawapres lebih condong terhadap wacana yang hangat dibicarakan (aktual) di media.

"Mereka lebih condong ke wacana aktual saat ini, seperti kasus kekerasan yang menimpa Manohara, blok Ambalat dan lainnya," katanya di Jakarta, Kamis.

Seharusnya, kata dia, para tim kampanye para kandidat bakal capres dan cawapres itu tidak hanya berkampanye soal Manohara dan blok Ambalat yang bersifat `seremonial` saja, tetapi perlu ada isu substansialnya.

Seperti masalah Ambalat, tim sukses para bakal capres dan cawapres itu bisa mengangkat soal pertahanan dan keamanan di Indonesia.

"Kalau hanya seremonial saja, maka tidak ada artinya. Semua tim sukses akan `terjebak` pada wacana aktual ini," ucapnya.

Bima mengatakan kampanye wacana yang dilakukan para tim sukses itu pun hanya pada permukaan saja, sehingga perlu diperdalam dengan memberikan solusi dan apa yang harus dilakukan pemerintah.

Ia menilai kampanye yang dilakukan pada Pilpres 2009 ini, dengan cara debat soal kebijakan, debat masalah ekonomi dan lainnya lebih modern ketimbang kampanye pada Pilpres 2004, yang lebih banyak mobilitas di jalanan.

"Saya kira kampanye dengan memainkan isu-isu dan debat politik lebih efektif dibandingkan kampanye-kampanye pada Pilpres 2004 lalu. Karena masyarakat nantinya bisa menilai sendiri, siapa yang harus menjadi presiden nanti," tuturnya.

Bima menambahkan, masih sedikitnya atribut kampanye di jalanan karena tim kampanye saat ini lebih condong kepada `perang di udara`, seperti debat soal wacana yang berkembang, serta debat kebijakan-kebijakan lainnya.

Sementara itu, memasuki hari ketiga pelaksanaan kampanye tertutup Pemilu Presiden 2009 di wilayah Jakarta, belum dimanfaatkan secara maksimal oleh tim sukses bakal calon presiden dan wakil presiden untuk memasang alat peraga atau atribut kampanye.

Di sejumlah ruas jalan di Jakarta seperti Duren Sawit, Kampung Melayu, Jatinegara, Matraman, Salemba, Senen, dan Merdeka Selatan, belum terpasang alat peraga kampanye.

Namun, ada beberapa ruas jalan yang sudah mulai dipasang atribut para bakal capres dan cawapres, seperti di Tebet, Pancoran, dan Kalibata.

(*)COPYRIGHT © ANTARA
Surabaya Post mengatakan…
KAMPANYE PILPRES - Condong Bicara Wacana Aktual
Jumat, 5 Juni 2009 | 11:10 WIB

JAKARTA-Topik yang diangkat tim kampanye para kandidat Pilpres 2009 masih berkutat pada wacana yang hangat dibicarakan di media, belum tampak tema besar dari masing-masing kandidat.

"Mereka lebih condong ke wacana aktual saat ini, seperti kasus kekerasan yang menimpa Manohara, blok Ambalat dan lainnya," kata pengamat politik dari Universitas Paramadina Bima Arya di Jakarta, Kamis (4/6).

Seharusnya, kata dia, mereka tidak hanya bicara soal Manohara dan blok Ambalat yang bersifat 'seremonial', tetapi perlu ada isu substansialnya.

Bima mengatakan kampanye wacana yang dilakukan para tim sukses itu pun hanya pada permukaan saja, sehingga perlu diperdalam dengan memberikan solusi dan apa yang harus dilakukan pemerintah.

Seperti masalah Ambalat, tim sukses para bakal capres dan cawapres itu bisa mengangkat soal pertahanan dan keamanan di Indonesia. "Kalau hanya seremonial saja, maka tidak ada artinya. Semua tim sukses akan 'terjebak' pada wacana aktual ini," ucapnya.

Ia menilai kampanye pilpres ini akan lebih berisi dengan cara debat soal kebijakan, debat masalah ekonomi dan lainnya lebih modern ketimbang kampanye pada Pilpres 2004 yang lebih banyak mobilitas di jalanan.

"Saya kira kampanye dengan memainkan isu-isu dan debat politik lebih efektif dibandingkan kampanye jalanan. Karena masyarakat nantinya bisa menilai sendiri, siapa yang harus menjadi presiden," tuturnya.

Bima menambahkan, masih sedikitnya atribut kampanye di jalanan karena tim kampanye saat ini lebih condong kepada 'perang di udara', seperti debat soal wacana yang berkembang, serta debat kebijakan-kebijakan lainnya.

Memasuki hari ketiga, Jakarta masih sepi, belum terpasang alat peraga kampanye. Demikian juga di Surabaya kota kedua yang menjadi rebutan para kandidat. nntr

Postingan populer dari blog ini

Anggota Dewan Kunjungi WISATA KULINER BEKASI di malam hari

Kampanye Pilpres Digelar di Gunungkidul